Tidak bisa dipungkiri bahwa chat dan phone sex seringkali sangat menggairahkan. Gairah itu sendiri datang bukan karena cinta tetapi sesungguhnya merupakan nafsu untuk memuaskan diri sendiri lewat imajinasi yang penuh dengan keliaran. Siapa yang bisa membatasi imajinasi itu?! Tidak ada yang bisa!!! Berhubung hanya seputar nafsu semata meski dirasa benar itu cinta, ujung-ujungnya jarang sekali yang berbuah keindahan. Sampai bosan rasanya mendengar segala pembenaran dan alasan tentang yang satu ini.
Berawal dari saling sapa dan menyapa, paling banyak di Facebook, blog dan jejaring sosial, BBM, dan YM. Lalu karena kemudian merasa nyaman, diteruskan menjadi saling cerita dan akhirnya imajinasi dan hasrat serta nafsu itu pun semakin tidak terbendung. Apalagi bila ada kesempatan dan diberi kesempatan. Ujung-ujungnya tidak jauh dari seks.
Jika dikatakan selingkuh karena sudah melakukannya dengan yang lain, memang fakta dan kenyataannya demikian. Bila dikatakan “pacar” atau “kekasih” menurut saya tidak demikian karena di dalam melakukan chat dan phone sex ini tidak ada yang bisa saling mengikat. Dilakukan suka sama suka dan sama-sama mau.
Oleh karena itulah, bila kemudian terjadi sesuatu yang membuat hubungan ini tidak berlanjut, seharusnya tidak perlu melakukan pembelaan diri untuk membenarkannya. Apalagi bila sampai ada tuduhan telah melakukan pelecehan seksual yang biasa ditudingkan oleh perempuan. Malah menurut saya, mereka yang telah melakukan tuduhan inilah yang seharusnya dituntut secara hukum bila sudah menyebarkannya dan mengajak yang lainnya untuk menghukum dan menghakimi orang yang dituduhnya. Paham nggak apa itu pelecehan seksual?! Kalau mau sama mau mana ada pelecehan?!
Biasanya hal ini terjadi bila salah satu kemudian menghilang ataupun memutuskan hubungan begitu saja. Ketakutan karena sudah mengirimkan foto-foto seronok yang biasa dilakukan atau sudah melakukan chat dan phone sex yang bisa menjadi barang bukti, yang kemudian membuatnya panik. Apalagi untuk orang-orang yang penuh dengan dusta dan kemunafikan. Biasa tampil alim, baik, dan suci namun pada faktanya tidak demikian, di mana mau ditaruh muka. Begitu, kan?!
Menjadi lebih konyol lagi bila sudah ketahuan suami, ketakutan itu pun semakin menjadi. Malah tak sedikit yang akhirnya mengaku kepada pasangannya dengan berbagai alasan termasuk cinta. Merasa sudah cinta dengan yang lain padahal semua itu hanya terpesona karena merasakan sesuatu yang berbeda saja. Itu saja belum mengerti dan paham, bagaimana bisa mengaku lebih baik?! Beranikah mengakui apa kekurangan dan segala ambisi yang diinginkan tanpa harus ada kepalsuan?! Beranikah berterus terang atas rasa cemburu, iri hati, dan dengki karena tidak mampu mendapatkan apa yang diburu itu?!
Curhat sana sini ceritanya untuk bertanya tetapi yang ada malah justru lebih banyak untuk mencari pembelaan dan dukungan untuk meyakinkan dirinya adalah benar. Tudingan itu pun semakin gencar dilakukan agar bisa tetap mendapatkan nilai sebagai yang “terhormat’, sayangnya, justru itulah yang membuat diri semakin tampak tidak terhormat. Orang yang banyak memberikan alasan meski dianggap rasional dan disertai bukti serta fakta sekalipun, adalah orang yang sebenarnya telah menutupi apa dan siapa diri mereka sendiri.
Yah, aneh saja menurut saya bila ada orang yang mengakui dirinya sudah selingkuh tetapi tidak mau jujur mengakui apa penyebabnya. Dusta atas apa yang telah menjadikan ikatan itu ada tidak juga mau diakui. Berapa banyak yang menikah memang benar karena cinta?! Beranikah mengakuinya?! Tak perlu alasan macam-macam, akui saja dulu.
Juga tidak mau mengakui bahwa secara tidak sadar ataupun disadari memang telah “mengundang” untuk melakukannya. Mana ada orang yang selalu memasang foto terbaiknya tidak ingin mendapatkan nilai baik dari yang lain. Pujian itu memang diharapkan bukan?! Bila pun tujuannya bukan untuk menggoda ataupun merayu, sadar nggak kalau foto itu memang bisa mengundang?! Apa ada yang mau dibilang jelek?! Apa ada yang tidak suka bila dipuji dan diberi perhatian?!
Makanya saya sampai dengan saat ini masih suka bingung dengan soal foto dan penampilan perempuan yang berkerudung dan berjilbab di profil-profil media komunikasi sosial. Berkerudung dan berjilbab itu bukankah tujuannya untuk menutupi aurat?! Apakah karena wajah bukan bagian dari yang dianggap aurat sehingga boleh diumbar begitu saja?! Memangnya kenapa sampai bagian tubuh yang lain harus ditutupi dan dibilang aurat?! Apalagi jika difoto dengan wajah yang serba dipoles dan sengaja ditonjolkan, begitu juga dengan gayanya yang bisa dibilang sangat menggoda dan mengundang. Apakah orang lain yang tertarik dan tergoda itu salah?!
Jika memang berkerudung dan berjilbab, kok, masih juga selingkuh ataupun melakukan chat dan phone sex bukan dengan pasangannya?! Apakah memburu pria dan mengejar pria untuk mendapatkan kepuasan nafsu itu benar?! Bagaimana dengan aurat “hati” yang seharusnya lebih penting untuk dikerudungi dan ditutupi daripada penampilan?! Mana yang lebih penting dan seharusnya diutamakan?! Bila ada yang memang paham dan mengerti, saya tolong diberitahu, ya!!!
Yang paling parah adalah karena takut untuk bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya sehingga melimpahkannya kepada yang lain. Air mata pun dijual untuk mendapatkan simpati dan dukungan. Diberitahu yang sebenarnya pun keras kepala dan malah semakin tinggi hati malah semakin juga keras melakukan pembelaan diri. Ini sudah merupakan indikasi ada masalah psikologis yang akut dan harus segera dibenahi. Itu pun jika memiliki jiwa besar dan keberanian untuk mengakuinya. Biasanya, tidak sama sekali!!!
Lain lagi dengan pria, banyak yang memang suka iseng dan main-main dengan perempuan. Pada dasarnya kebanyakan memang melakukannya untuk mendapatkan kepuasan seksual, namun tak sedikit yang melakukannya secara sengaja untuk menjebak mangsanya. Menjebak di sini bisa dalam arti memang untuk perbuatan yang jahat dan seringkali dilakukan secara beramai-ramai, bisa juga untuk mencari tahu bagaimana perempuan itu sebenarnya. Kan, banyak yang tidak mau tertipu dengan penampilan perempuan. Apalagi jika belum pernah bertatap muka, semua bisa menjadi siapa dan tampilan di foto belum tentu sama dengan aslinya.
Yang jahat adalah bila melakukan ini untuk tujuan bisa tertawa dan bersenang-senang. Apalagi terus menjadi bangga karena bisa menaklukkan banyak perempuan. Yah, memang benar bila dikatakan hebat karena bisa membodohi banyak perempuan, dan itu memang salah perempuannya sendiri, kenapa mau?! Namun bila sudah melakukannya dan kemudian menyebarkan apa yang telah dilakukannya itu baik itu berupa chat, SMS, ataupun foto dan video seks yang sudah dilakukan, itu sudah kriminal dan melanggar hukum. Amat sangat tidak lucu dan sama sekali bukan prestasi yang membanggakan.
Bila pun memang merasa tidak melanggar hukum karena sudah biasa melakukannya, maka harus dicari tahu, jangan-jangan sudah kecanduan dan ketagihan. Ini menjadi masalah baru lagi, karena bisa memiiiki kelainan kejiwaaan perilaku seksual. Namun demikian, seberapa banyak yang berani untuk mengakuinya?! Berapa banyak yang berani untuk menghadapi fakta dan kenyataan yang sebenarnya?! Hebat di atas ranjang dunia maya dan telekomunikasi belum tentu benar hebat di atas ranjang dunia nyata. Makanya butuh pembuktian dan pengakuan untuk bisa meyakinkan diri bahwa memang benar hebat. Apalagi kalau banyak perempuan dan pria lain yang mengakuinya, ya?!
Saya menganggap bahwa chat dan phone sex yang mewabah terjadi di masyarakat Indonesia sekarang ini adalah sebuah fenomena gejala sosial yang sangat memprihatinkan. Di sini bisa tampak jelas sekali bagaimana ketidakstabilan sosial psikologis masyarakat yang sudah kehilangan rasa percaya diri, jati diri, dan juga keyakinan baik pada diri sendiri maupun yang lainnya. Tentunya hal ini juga termasuk pada kesehatan kondisi psikologisnya dan bagi saya sungguh amat sangat mengerikan. Sebuah Negara yang memiliki masyarakat yang tidak stabil secara psikologis dan tidak sehat jiwanya maka tentunya tidak akan pernah bisa menjadi sebuah Negara yang kokoh dan kuat. Hancur dan semakin hancur, iya, apalagi tidak ada kesadaran dari dalam diri setiap anggota masyarakat untuk mau mengubah dan memperbaikinya.
Apa yang menjadi penyebab utamanya, baik saya sudah tampak jelas sekali, yaitu pembodohan dan kebodohan. Daya pikir, pola pikir, dan wawasan itu sedemikian terbatas dan dibatasinya sehingga tidak memiliki kemampuan untuk melihat segala sesuatunya secara objektif dan dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Persepsi, nilai, dan pandangan yang ada dijadikan sebuah keyakinan yang dianggap benar sehingga merasa tidak perlu lagi untuk berpikir. Apa yang benar dan salah pun semakin tidak jelas, mana yang benar fakta dan mana yang palsu dan dibuat pun bingung. Kebenaran Sang Maha Kuasa pun bisa diputarbalik dengan segala pembenaran manusia berdasarkan kepentingan, kan?!
Dusta dan kemunafikan itu sudah sedemikian hebatnya karena persepsi, nilai dan pandangan yang ada sehingga membuat takut untuk menjadi diri sendiri. Yang diutamakan adalah “nilai” dari yang lain secara fisik, materi, dan “tampak luar” semata. Kejujuran itu menjadi sesuatu yang sangat langka. Untuk menjadi berbeda itu tidak mudah, butuh keberanian, dan berapa banyak yang memiliki nyali untuk hal ini?! Berjiwa besar dan berani bertanggungjawab atas dan untuk diri sendiri pun tidak berani.
Kualitas manusia pun menjadi semakin berkurang dengan adanya berbagai pembenaran yang dilakukan lewat politisasi berbagai kebenaran untuk tujuan dan kepentingan tertentu. Ini membuat masyarakat menjadi semakin terkotak dan ekslusif sehingga komunikasi pun semakin menjadi ada jarak antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya. Yah, kompleksitas primordial pemikiran manusia, deh!
Ditambah lagi dengan semakin menurunnya daya baca dan daya bahasa yang menunjukkan semakin menurunnya juga kualitas seseorang dan masyarakat pada umumnya. Mereka yang mengaku penulis dan bekerja di media massa pun jarang sekali ada yang mau berpikir jauh tentang hal ini. Bahasa yang digunakan suka-suka dan yang penting enak serta keren dan trendi saja, kan?! Berapa banyak yang mau belajar bahasa yang baik dan benar?! Ini malah asyik saja sibuk membuat bahasa-bahasa baru dan mengubah tata bahasa dan bahasa itu sendiri dengan seenaknya. Yah, beginilah jadinya Negara ini.
Jadi, fenomena masalah chat dan phone sex ini bukan sekedar masalah biasa bagi saya. Ini sudah menjadi masalah besar dan menyangkut banyak sekali faktor yang terkait yang menjadi penyebab dan sekaligus menjadi efek sampingnya.
Kita tidak usahlah saling menyalahkan ataupun menuding dan menuduh. Bercermin saja dulu karena perubahan itu harus dimulai dari diri sendiri bukan yang lain. Tidak ada manusia yang bisa mengubah manusia lainnya selain diri sendiri. Mau? Berani? Masa depan ada di tangan kita sekarang ini dan semuanya harus dilakukan sekarang juga. Seberapa banyak waktu yang kita miliki untuk melakukannya?!
Silahkan saja melakukan apapun yang ingin dilakukan. Semua adalah pilihan namun satu hal yang harus selalu diingat adalah jangan pernah lari dari tanggungjawab karena apapun yang dipilih memiliki resiko dan konsekuensinya masing-masing. Persiapkanlah diri dan beranilah untuk menghadapinya.
Semoga bermanfaat!
0 komentar:
Posting Komentar